Gus Mik tentang Berbagai Masalah Aktual (3-habis) Mengenalkan Kebenaran dari Meja ke Meja
BERITA
Ada hal khusus yang ingin dikembangkan Gus Mik melalui semaan, yakni membudayakan tilawatil Quran di masyarakat. Kalau Alquran sudah menjadi bacaan setiap saat, tentu penghayatan dan pengamalan ajaran yang terkandung di dalamnya juga semakin berkembang dan mewarnai kehidupan keseharian masyarakat.
Kini, semaan sudah mulai membudaya. Ribuan, dan bahkan puluhan ribu samiin-samiat (pendengar dan penyimak), selalu membanjiri acara yang diselenggarakan secara rutin di berbagai daerah di Pulau Jawa. Di Surabaya, misalnya, semaan terbagi dalam beberapa wilayah; ada semaan di Surabaya Selatan setiap Jumat Wage, di Surabaya Barat, dan juga Surabaya Utara.
Kalau dihitung di seluruh Pulau Jawa, hampir setiap hari selalu ada semaan, mulai dari Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, Jombang, Kediri, Tulungagung, Blitar, Malang, Jember, Banyuwangi, Solo, Yogya, Semarang, Magelang, dan sebagainya. Dan, Gus Mik selalu datang dari semaan satu ke semaan lainnya. Menurut Gus Mik—panggilan Kiai Chamim Jazuli, tokoh sentral semaan—melalui semaan, pembudayaan pembacaan Alquran bisa tercapai. "Kebiasaan membaca Alquran ini akan membekas di hati setiap pembaca dan pendengarnya. Dengan demikian, kita akan selalu dibimbing Yang Maha Kuasa sesuai dengan ajaran Alquran," ungkapnya.
"Gerakan" semaan kini memang sudah memasuki tahap baru. Orang tak segan menggelar acara yang dimulai habis salat subuh sampai menjelang tengah malam itu. Semaan kini tidak hanya diadakan di masjid, musala, atau langgar, tapi sudah masuk ke pendopo-pendopo kabupaten/kotamadya, rumah-rumah pejabat, dan sebagainya. Semaan bisa disebut sebagai fenomena baru dalam pemasyarakatan dan pengembangan agama Islam. "Gerakan" ini sangat mungkin akan berkembang pesat melebihi "gerakan" keagamaan lain. Melalui sarana ini, orang bisa mendapat ketenteraman hati karena selalu disiram dengan ayat-ayat Alquran. Semaan malahan jadi sasaran dari kebekuan pikiran karena terbelenggu masalah-masalah keseharian yang membosankan serta urusan duniawi yang tak henti-hentinya.
Karena itu, jumlah samiin-samiat selalu meningkat dari hari ke hari. Pendengar dan penyimak tidak hanya datang dari masyarakat sekitar tempat semaan, tapi dari segala penjuru kota. Karena itu, tak heran kalau jumlahnya bisa mencapai puluhan ribu orang.
Banyak samiin berharap agar acara semaan ini bisa lebih membudaya lagi. Bahkan, Gus Mik pun berharap agar semaan menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia. "Kalau selama ini kita mengenal istilah kebudayaan nasional, kesenian, dan sebagainya, tentunya tidak salah kalau pada suatu saat nanti semaan juga termasuk salah satu unsur kebudayaan nasional," ungkapnya.
Meski sudah cukup memasyarakat, sebenarnya acara-acara semaan itu masih berjalan sendiri, tanpa dikoordinasi melalui sebuah lembaga tertentu, apalagi sampai diprogramkan seperti layaknya program organisasi. Bahkan, Gus Mik sendiri belum pernah menganjurkan secara terbuka agar umat Islam juga ikut memakmurkan semaan.
Dalam setiap semaan, umat memang selalu mendambakan kehadiran Gus Mik. Bahkan, ketika sang tokoh datang, massa sontak menyerbu dan berebut untuk berjabat tangan. Karena saking banyaknya jumlah samiin-samiat yang menyerbu, kadang ada yang cukup puas hanya menyentuh tangan atau anggota badan lain Gus Mik.
Meski jumlah massa sangat banyak, Gus Mik selalu melayani mereka satu per satu dengan sabar. Gus Mik malah melarang kalau orang-orang dekatnya menghalangi massa yang menyerbu itu. Dia memang memberikan kesempatan yang cukup kepada mereka untuk berjabat tangan serta mendengarkan saran-saran dan nasihatnya.
Memang, setiap kali bertemu Gus Mik, mereka satu per satu menyampaikan permasalahannya—mulai masalah rumah tangga, masalah bisnis, pindah rumah, kenaikan pangkat, jodoh, dan juga masalah anak. Gus Mik pun melayaninya dengan sabar sehingga mereka puas.
Nasihat memang tidak hanya disampaikan secara pribadi. Wejangannya dalam setiap semaan juga selalu ditunggu para samiin. Nasihat yang selalu disampaikan, antara lain, pentingnya kita berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam dan selalu mengaktualisasikan ajaran-ajarannya. Selain itu, dia juga menganjurkan kepada setiap muslim agar punya bahasa yang baik dalam hidup di dunia ini, yakni bahasa gaul, bahasa kata, dan bahasa hati.
Ketiga-tiganya punya keterkaitan antara satu dengan lainnya. Dalam hidup ini, kita dituntut untuk bertutur kata yang baik dan mengandung mauidzah hasanah, sopan dalam pergaulan, serta punya hati bersih dan sikap husnuzan kepada setiap orang.
Tanpa menguasai ketiga bahasa itu, kita akan sulit menyikapi hidup dan kehidupan. "Apalagi kita yang hidup di abad informasi dan era globalisasi seperti sekarang ini, tuntutan penguasaan ilmu hidup dan kehidupan makin kuat."
Menurut dia, kondisi kehidupan kota sekarang lebih kompleks dibandingkan dengan tahun 60-an. Segala fasilitas tersedia, termasuk juga sarana kemaksiatan. "Surabaya itu warna-warni keadaannya. Tinggal kita memilih, mana yang baik, mana yang buruk, dan mana yang sesuai dengan ajaran agama," tegasnya.
Warna-warni kehidupan itu kian hari semakin berkembang. Karena itu, kita dituntut untuk mengendalikan diri sesuai dengan kehendak Yang Maha Kuasa. "Benar kata-Mu, benar pula kataku. Oh Tuhan, aku bersama-Mu," begitu Gus Mik memisalkan bahwa kehendak hati kita ini harus selalu sesuai dengan kehendak Tuhan. Artinya, apa yang benar menurut Allah SWT tentu harus pula benar menurut kita.
Untuk mencapai tingkatan bahwa setiap langkah kita ini dibenarkan Allah dan sesuai dengan ajaran agama, yang paling mendasar adalah selalu mengaitkan setiap gerak langkah dan ucapan kita kepada Zat Yang Maha Sutradara. "Artinya, setiap desah napas kita tak lain hanya berupa kalimat Allah," ujarnya.
Dia juga menyarankan, di mana pun kita berada di masjid, musala, langgar, bahkan juga di hotel, di tempat-tempat hiburan, atau di arena rekreasi Jangan lupa menyebut Allah dan menggantungkan hidup dan kehidupan kita kepada Yang Maha Kuasa. Segala hidup dan kehidupan hanya mutlak milik-Nya," tegas Gus Mik.
Bagi kita yang awam, mendirukkan bibir agar selalu mengucap kata Allah dengan hati yang tertuju kepada-Nya tentu sangat sulit. Perlu ada upaya pembiasaan diri sendiri. Dengan demikian, pada akhirnya, segala tindakan, gerak-gerik, tingkah laku, ucapan, dan segala sesuatu kita selalu dibimbing dan mendapat petunjuk dari Allah.
Upaya Gus Mik untuk mengenalkan kebenaran itu tidak hanya dilakukan di medan semaan atau pengajian. Hampir setiap ada kesempatan, dia selalu melakukannya. Bahkan, upaya itu juga dilakukan dari meja ke meja. Melalui khaliqah lingkaran dalam satu meja atau tempat duduk lainnya, kadang penyampaian kebenaran itu justru lebih efektif dan efisien.
Gus Mik juga mengakui, di berbagai meja pertemuan itulah dia banyak belajar tentang berbagai masalah dan menemukan sesuatu yang baru serta sekaligus mempelajari berbagai corak dan watak manusia.
(H. Sholihin Hidayat)